Roy
meletakkan telunjuknya di jendela dan memainkan embun yang menempel disana.
Hujan masih sangat deras di luar. Seharusnya hari ini Roy sedang menaiki motor
keliling kota bersama kakaknya. Kakak Roy bernama Alex. Lelaki jangkung yang
baru saja memenangkan lomba baseball dan mendapat hadiah motor dari ayahnya.
Roy
adalah saudara tiri Alex. Sejak usia 6 tahun Roy ditinggalkan oleh ayahnya.
Kemudian Ibu Roy menikah kembali dengan Ayah Alex (Mr. Jhon) tiga tahun
setelahnya. Sejak itu mereka tinggal bersama. Selama tinggal bersama Mr. Jhon
yang saat ini dipanggil papa oleh Roy, kehidupannya sangat menyenangkan.
Terlebih karena memiliki saudara yang sangat baik seperti Alex.
“Sudahlah
Roy cepat tidur. Besok kamu juga harus sekolah kan?”. Suara Alex memecah
lamunan Roy di pinggir jendela.
Roy
hanya terdiam sambil merebahkan tubuhnya ke kasur yang di penuhi buku-buku
bacaan. Alex masih berdiri di depan pintu kamar dan tersenyum kecil.
“Besok
pulang sekolah kakak yang jemput. Kita langsung keliling kota naik motor kakak,
ok?”. Ucap Alex membuat Roy tersenyum kecil sambil menoleh ke arah kakaknya.
“OK”.
Sahut Roy lantang. Alex kemudian menutup pintu kamar Roy dan menuju kamarnya
yang berada tepat di depan kamar Roy.
Malam
itu mata Roy sulit sekali untuk terpejam. Meski udara yang sejuk akibat hujan
lebat di luar sana merayunya untuk terlelap. Namun pikirannya masih menerawang
entah kemana. Diliriknya jam dinding di sebelah kanan tempat tidurnya. Sudah
jam 1 malam.
Roy
mencoba memejamkan matanya rapat-rapat. Ditariknya selibut panjang itu hingga
menutupi wajahnya. Terasa pengap namun sedikit hangat rasanya.
Brukkk.... Duukkk....
Aaaaahhhh....
Teriakan
keras terdengar dari lantai dasar. Mata Roy tiba-tiba terbelalak kaget. Sontak
kemudian Roy bangkit dari tempat tidurnya. Roy menoleh ke arah pintu kamarnya.
Sambil menelan air liurnya. Nafasnya memburu tak karuan.
Kemudian
Roy turun menapakkan kakinya di lantai kamar. Didekatinya pintu kayu coklat
itu. Diputar engselnya perlahan agar tak mengeluarkan bunyi sedikitpun.
Kreekk
Pintu
tua itu tetap saja mengeluarkan bunyi meski pelan. Dibukanya pintu itu
perlahan. Hampir saja Roy berteriak kaget melihat seseorang berada di depannya.
Ternyata Alex yang sedang menggenggam tongkat baseball miliknya di sebelah
kanan. Sementara telunjuk tangan kirinya ia tempelkan di bibir. Seperti ingin
memberi isyarat kepada Roy agar tidak bersuara.
Roy
hanya diam mematung di dekat pintu kamarnya sambil menutup mulutnya dengan
kedua telapak tangannya rapat-rapat. Mata Roy semakin terbelalak melihat Alex mencoba keluar dari pintu
kamarnya secara perlahan sambil tetap menggenggam tongkat baseball di
tangannya. Roy menggeleng seolah-olah melarang Alex agar tidak pergi
meninggalkannya sendirian. Namun Alex hanya meletakkan telunjuknya di bibir
kemudian pergi menuruni anak tangga.
***
Ruang
tengah masih tampak sepi saat Alex sudah memijakkan kakinya di anak tangga
paling dasar. Namun pintu depan sudah terbuka lebar. Hujan masih sangat deras
mengguyur di luar sana. Udara dingin sangat menusuk terasa malam itu. Namun
keringat bercucuran membasahi wajah Alex yang tegang. Tangannya bergetar
mengangkat tongkat baseball itu tinggi-tinggi.
Alex
berjalan melewati ruang tengah menuju kamar orang tuanya. Lampu kamar mereka
tampak terang benderanag. Tampak beberapa bayangan orang di depan pintu kamar
Mr. Jhon dan istrinya.
“Aku
bilang diam”. Salah seorang lelaki yang paling besar berteriak kepada wanita di
atas kamar tidur.
Lelai besar itu mengenakan penutup wajah
mengikat kedua tangan istri Mr. Jhon di ujung dipan kamar tidur. Mulut wanita
itu di tutup lakban kuat-kuat agar tidak berteriak. Wajahnya ditutupi kantong
hitam yang hanya dapat membuat wanita itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
Mr.
Jhon terdiam menunduk berlutut di hadapan lelaki yang mengenakan penutup wajah
berwarna coklat. Matanya berair menahan air mata melihat istrinya terikat di
atas tempat tidurnya. Sebuah pistol hitam menyentuh pelipis Mr. Jhon.
“Katakan
dimana berkas-berkas itu?” Lelaki di depan Mr. Jhon menyentak keras. Namun Mr.
Jhon masih tidak bergeming.
“Cepat
katakan dimana dasar tua bangka”. Lelaki itu kemudian menendang perut Mr. Jhon.
Tubuh Mr. Jhon tersungkur di ujung ruangan. Nafasnya memburu dan keringat
bercucuran di wajahnya.
***
Duugggg
“Aaaaahhh”.
Lelaki di depan pintu berteriak kesakitan. Darah bercucuran keluar dari
kepalanya.
Alex
hanya terdiam sambil menganga melihat lelaki itu tergeletak tak bergerak di
hadapannya. Tangannya bergetar menggenggam tongkat baseball yang di ujungnya
sudah penuh darah.
Alex
memasuki kamar orang tuanya dan dilihatnya lelaki bertubuh besar mengikat kaki
ibunya. Sementara lelaki bertutup kepala coklat sedang menodong kepala ayahnya
di ujung ruangan. Nafas Alex memburu hebat. Jantungnya berdetak tiga kali lipat
dari biasanya.
Lelaki
berbadan besar itu kaget melihat Alex di depan pintu yang sedang menggenggam
tongkat baseball. Kemudian lelaki itu tersenyum sinis sambil mendekati Alex.
Tubuh
alex masih berdiri tegak meski nafasnya memburu sangat cepat. Di genggamnya
tongkat baseball itu kuat-kuat. Kemudian Alex mengayunkan tongkat baseball itu
sambil berteriak ke arah lelaki bertubuh besar di hadapannya.
Tongkat
baseball mengayun keras di dekat kepala lelaki itu. Namun hanya dengan satu
gerakan lelaki itu menangkap pukulan tongkat baseball Alex. Mata Alex
terbelalak melihat apa yang di lakukan lelaki itu. Kemudian dengan sekali
tarikan tongkat baseball di tangan Alex sudah terlempar jauh. Lalu lelaki
bertubuh besar itu menendang kepala Alex hingga membuat Alex meringis kesakitan
di depan pintu.
Di
tariknya kepala Alex masuk ke dalam kamar. Lelaki yang mengenakan penutup
coklat itu beranjak menuju hadapan Alex. Ditodongkannya pistol ke arah tubuh
Alex.
“Sekarang
katakan dimana berkas itu kau sembunyikan?” Suara lelaki itu semakin keras.
Mr
Jhon masih membisu. Wajahnya tampak kebingungan melihat anaknya tertunduk lemas
di hadapannya.
“Baiklah
akan ku katakan. Tapi lepaskan dulu istri dan anakku”. Ucap Mr. Jhon dengan
wajah memelas. Air matanya sudah tak dapat terbendung.
***
Dorrr
Tubuh
Roy lemas tak bergerak mendengar letusan peluru di lantai dasar. Tubuhnya
bergetar hebat. Nafasnya memburu cepat. Di buka pintu kamarnya perlahan.
Kemudian masuk menuju kamar Alex. Di ambilnya telefon genggam milik Alex untuk
mencoba menghubungi tetangganya. Kemudian Roy menekan beberapa tombol.
“Hallo”.
Suara orang tua terdengar dari telefon itu.
“Hallo
Mr. Tan. Tolong kami. Di rumahku ada orang jahat”. Ucap Roy sambil mencoba
memelankan suaranya.
***
“Arrghhh”.
Alex mengerang kesakitan saat lengan
kanannya tertembak peluru.
“Alex!!!”.
Mr. Jhon beranjak mendekati Alex yang kesakitan. Namun lelaki bertubuh besar
menendangnya hingga membuat Mr. Jhon kembali tersungkur di pojok ruangan.
“Ini
kesempatan terakhirmu Jhon. Cepat serahkan berkas itu atau kepala anakmu akan
berlubang”.
Lelaki
berpenutup wajah coklat itu menodongkan ujung pistol ke pelipis kanan Alex. Mr.
Jhon bangkit bergegas membuka lemari pakaiannya yang besar. Di balik baju-bajunya
terdapat brankas rahasia yang memiliki kode-kode unik. Diambilnya beberapa
berkas dari dalam brankas itu.
Mr.
Jhon bergerak menyerahkan berkas itu sambil menunduk. Lelaki yang mengenakan
tutup kepala berwarna coklat itu mengecek beberapa isi berkas tersebut.
Kepalanya mengangguk tanda sepakat. Kemudian lelaki itu membuka penutup kepala
yang ada di wajahnya.
Wajah Mr. Jhon sontak menegang. Matanya
terbelalak melihat wajah lelaki itu.
“Kau... Kau...”. Wajah Mr. Jhon meradang
sambil menunjuk wajah lelaki di dahadapannya.
Wiiuu
wiiuu wiiuu
Suara sirine terdengar dari luar rumah
Mr. Jhon. Kedua lelaki itu panik bukan main.
Dorrr
Lelaki berpenutup kepala coklat itu
menekan pelatuk pada pistolnya. Kepala Mr. Jhon tertembus peluru yang keluar
dari pistol tersebut. Selang beberapa waktu beberapa polisi memasuki kamar itu.
Di tangkapnya kedua lelaki bertutup kepala itu dari kamar Mr. Jhon.
Roy
hanya terdiam di dasar anak tangga ketika melihat polisi menggiring lelaki
bertubuh besar keluar dari rumahnya. Kemudian salah seorang lagi menyusul di
belakang lelaki bertubuh besar itu. Mata Roy tak berkedip melihat wajah lelaki
itu. Lelaki itu berhenti sejenak di hadapan Roy sambil tersenyum ramah.
“Ayah”.
Ucap Roy lirih.
Kemudian polisi menggiring lelaki itu pergi.
Wow, nice story (y)
ReplyDeleteKeren banget ceritanya min, cerita dari awal sampe akhir bagus min. Coba jadi penulis aja min barangkali bisa sukses kek raditya dika
ReplyDeletekasih sih Mr.Jhon yah ;-(
ReplyDeletebagus gan cerpennya, bikin tegang, bikin penasaran
ReplyDelete